Tak Sejalan

 

cerpen
Ilustrator: Bisma Raya

Jatuh cinta itu sangat menyenangkan. Kala mendengar ucapan manisnya, senyumnya yang menawan, serta tawaran asa dalam hubungan percintaan tersebut. Terkadang, pada saat sedang tidak bertemu, rasa rindu selalu menyelimuti benak, rindu yang menggebu untuknya, bahkan tak jarang ia menjadi tokoh utama dalam ceritaku di depan sahabat. 

Namun, semua rasa menyenangkan itu bisa saja berubah menjadi rasa kecewa yang begitu menyakitkan. Perlahan-lahan berubah saat ia yang kujadikan rumah berpulang, kini pandai membuat seribu alasan yang tak masuk akal, bahkan tak ada lagi kenyamanan yang tercipta dalam hubungan kami. 

Sialnya, aku masih bertahan meski hati terasa sesak. Rasanya begitu sulit melepaskan ia yang berhasil membuat diri ini diperbudak oleh cinta. Seolah-olah apa yang sudah ia torehkan masih bisa aku maafkan. 

"Nis!" 

Tepukan di bahu sekaligus panggilan dari seseorang mengejutkanku. Kepala yang semula menunduk, kini terangkat pelan menatap Reva—sahabatku yang tak bosan-bosannya menjadi tempat pelipur lara ketika diriku patah hati. 

"Are you okay?" Reva menatapku dengan kasihan. Pasti dia sangat bosan mendengar ceritaku yang selalu tertuju kepada lelaki itu. Apalagi cerita kali ini bukan tentang rasa manisnya, melainkan rasa pahit, kecewa, serta patah hati yang diberikannya kepadaku

"Kamu enggak bisa, ya, buat coba ikhlas?" Reva kembali melemparkan tanya.

Sementara aku, kembali menunduk mendengar Reva berbicara. Memainkan tautan jemari seraya termenung mencerna ucapannya. Reva benar, harusnya aku bisa mengikhlaskan, bahkan berusaha untuk tidak memikirkannya lagi.

"Nis, sejujurnya aku enggak mau nasihati kamu. Percuma kalau aku nasihati kamu yang lagi patah hati. Toh, apa yang aku ucapkan enggak sepenuhnya kamu dengar, tetapi karena kamu sahabatku ... aku enggak mau kamu terus-terusan kayak gini," ucap Reva menarik tanganku untuk digenggam, kemudian rasa hangat aku rasakan dalam genggaman tersebut. 

"Sekarang, aku tanya sama kamu. Kamu sama Biyan masih pacaran atau sudah putus?" 

Embusan napas panjang menguar, aku menatap Reva penuh arti. Lupa memberitahu bahwa aku dan Biyan sudah tidak memiliki hubungan apa pun lagi. Hubungan antara aku dan Biyan seakan-akan menggantung, hingga aku mengira hubungan kami sudah berakhir. 

"Aku enggak tahu, Va. Biyan belum putusin aku, tapi dia bikin hubungan ini jadi menggantung."  

Reva tampak sabar menghadapi diriku. Mungkin kalau tidak ada Reva, aku akan bingung harus berbagi cerita kepada siapa, selain ia dan juga Sang Khalik. 

"Terakhir dia balas pesanmu, gimana kalimatnya?" 

"Dia bilang, dia capek, enggak mau diganggu. Lalu, dia mengirim pesan bahwa kita sudah tak sejalan lagi, aku sudah tanya apa maksudnya, tapi enggak dibalas lagi sama dia," tuturku. 

Reva terlihat menggangguk pelan, mencerna semua kalimat yang kututurkan. Kemudian, mataku mengedar ke arah lain, menatap interior kafetaria bertemakan Eropa klasik dengan warna silver. Di sisi kanan kafetaria terdapat patung angsa saling berdekatan membentuk sebuah love, sedangkan di sisi kiri terdapat almari buku yang diapit oleh lukisan angsa sedang berenang. Belum lagi dengan jendela kaca yang unik bertirai bulu-bulu angsa. 

Baru kali ini aku menemukan tempat seunik dan klasik seperti kafetaria ini. Mataku kembali menelusuri setiap sudut dari kafetaria sembari mendengarkan apa yang dikatakan oleh Reva. 

"Itu artinya dia ngajak putus, cuma alasannya klise aja, enggak jelas juga." 

"Aku juga ngira begitu, tapi Reva, yang bikin aku sakit hatinya, kenapa dia enggak bilang dengan jelas? Padahal kalau dia ngasih tahu aku secara jelas ngasih, aku juga bakalan berusaha buat mengiyakan dia kalau memang dia pengin putus. Kalau begini, rasanya aku pengen banget lupain dia." 

"Daripada kamu mencoba buat lupain dia yang bikin kamu sakit hati, kamu harus coba dulu buat mengikhlaskan. Kalau susah, coba kamu ingat-ingat terus kenangan manis dan pahit pas sama dia, biar rasa sakitnya enggak terlalu parah." 

"Ya ... kalau sakit hatinya, pasti ada, sih. Soalnya sebelum kita lost contact, sikap dia berubah banget." 

"Makanya, Nis. Kalau cinta sama seseorang, jangan melebihi kapasitasnya. Jangan mau juga diperbudak. Kasihan, lho, hati kamu," ujar Reva, lalu meneguk cappucino miliknya yang tersisa setengah. 

Berlarut-larut menceritakan kisah patah hati yang sudah tak sejalan bersama sahabat, membuatku jadi lupa waktu. Tak terasa bahwa waktu yang telah kuhabiskan bersama Reva di kafetaria ini sangatlah lama. 

"Iya, tapi gimana caranya supaya lupa sama dia?" Aku menatap Reva penuh harap, agar bisa lupa dan tak teringat lagi tentang dia yang sudah memilih untuk pergi. 

"Kamu harus ingat dan sadar dulu, Nis, bahwa laki-laki yang ada di dunia ini enggak cuma Biyan aja. Masih banyak laki-laki yang jauh lebih baik daripada Biyan. Memang, sih, mencintai orang yang kayak Biyan itu menyenangkan kalau menurutmu, tapi kamu juga harus bisa melepas dia yang enggak lagi cinta, bahkan enggak ngelirik kamu. Artinya, laki-laki di Lauhul Mahfudz kamu enggak pengin kamu sama laki-laki yang sekarang. Jadi, sekarang fokus perbaiki diri, berikhtiar, sampai jodohmu menjemput." 

"Makasih, Va. Sudah mau mendengar keluh-kesah diriku dan sabar dengerin ceritaku tentang dia. Pasti kamu bosan, ya?" Aku tersenyum canggung, karena ini bukan kali pertama aku menceritakan tentang Biyan. Dari mulai laki-laki itu mendekati, sampai jadian pun aku tetap setia menceritakan laki-laki itu kepada sahabatku. 

"Enggak apa-apa. Lagi pula, aku senang kamu berbagi ceritamu, begitu pun aku. Sekarang kamu fokus ke diri sendiri dulu, sampai bertemu dengan orang yang bisa diajak sejalan. Lebih baik dicintai, Nis, daripada mencintai, yang kadang suka bikin sakit hati." 

Kali ini aku benar-benar setuju dengan ucapan Reva. Kami saling melempar senyum sambil menatap satu sama lain, sebelum benar-benar menikmati minum serta makanan yang sedari didiami. 

Ketika hati sudah tak sejalan, maka perpisahanlah yang menjadi keputusan, aku membatin seraya menatap ke arah lukisan angsa di sisi kiri sana.


Penulis: Silvi Maelani
Editor: Meila Siti Maulidiyah

Terima kasih telah membaca di situs Zilenialnews.com. Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال